Kerajaan Tayan
Kerajaan Tayan
Kerajaan Tayan di dirikan oleh Gusti Lekar, anak kedua dari
Panembahan Dikiri (Raja Matan). sedangkan anaknya yang pertama bernama Duli
Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin, menggantikan ayahnya menjadi Raja Matan.
Sultan Muhammad Syarifudin adalah Raja pertamayang memeluk agama islam oleh
tuan Syech Syamsuddin dan mendapat hadiah dari raja mekah sebuah Qur’an kecil
dan sebentuk cincin bermata jamrut merah. Kedatangan Gusti Lekar di Tayan
semulanya untuk mengamankan upeti dari rakyat daerah itu kepada kerajaan matan,
sebelumnya pembawa upeti tersebut selalu mendapat gangguan oleh seseorang yang
mengatakan dirinya raja di kuala lebai. untuk semuanya itu Gusti Lekar bersama
seorang suku dayak bernama Kia Jaga dari Tebang berhasil mengamankan upeti
tersebut sampai ke kerajaan Matan. Gusti Lekar datang ke Tayan pada awalnya
bertujuan untuk mengamankan upeti dari rakyat daerah tersebut kepada Kerajaan
Matan yang sering dirampok oleh Raja di Kuala Labai
Asal–usul nama Tayan
Berdirinya Kerajaan Tayan ini pada awal abad ke-15 mengenai asal
– usul nama Tayan ini masih terdapat berbagai versi, antara lain:
Asal kata TA artinya TANAH dan YAN artinya TAJAM (TANAH
TAJAM).Apakah ini dimaksudkan dengan kondisi tanah ujung Tanjung, disitu tempat
mulai dibuka atau didirikan kota Tayan;
Asal kata TAI artinya BESAR dan AN artinya KOTA (KOTA
BESAR). Sebuah tempayan yang ditenggelamkan di muara Sungai Tayan sebagai tanda
mulai berdirinya Kota Tayan.
Sejarah Keraton Kerajaan Tayan
Kerajaan Tayan di dirikan oleh Gusti Lekar, anak kedua dari
Panembahan Dikiri (Raja Matan). sedangkan anaknya yang pertama bernama Duli
Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin, menggantikan ayahnya menjadi Raja
Matan.Sultan Muhammad Syarifudin adalah Raja pertama yang memeluk agama islam
oleh tuan Syech Syamsuddin dan mendapat hadiah dari raja mekah sebuah Qur’an
kecil dan sebentuk cincin bermata jamrut merah.Kedatangan Gusti Lekar di Tayan
semulanya untuk mengamankan upeti dari rakyat daerah itu kepada kerajaan matan,
sebelumnya pembawa upeti tersebut selalu mendapat gangguan oleh seseorang yang
mengatakan dirinya raja di kuala lebai. untuk semuanya itu Gusti Lekar bersama
seorang suku dayak bernama Kia Jaga dari Tebang berhasil mengamankan upeti
tersebut sampai ke kerajaan Matan.
Gusti Lekar wafat di makamkan di sebuah bukit dekat Kota
Meliau, karena tempat atau bukit tersebut masih termasuk wilayah Kerajaan
Tayan.Dengan wafatnya Gusti Lekar ini, maka sebagai penggantinya menjadi raja
di Tayan diangkatlah Gusti Gagok dengan gelar Pangeran Manca Ningrat,
beristrikan Utin Halijah dan memperoleh seorang anak yang diberi nama Gusti
Ramal.sedangkan saudaranya yang lain, yaitu Gusti Manggar menjadi Raja di
Meliau, Gusti Togok menjadi Raja di Sanggau dan Utin Peruan kawin dengan abang
sebatang hari seorang pangeran di Embau Hulu Kapuas.
Sejak itu ibu kota Kerajaan Tayan dipindahkan ke suatu
tempat bernama Rayang.Ditempat ini masih terdapat peninggalan berupa Makam
Raja-raja dan sebuah meriam, yang konon atau menurut cerita meriam ini tidak
mau dipindahkan ketempat lain dan pada saat-saat tertentu posisinya dapat
berubah sendiri. Dengan berakhirnya masa Kerajaan Tayan ini, status keraton
dijadikan monumen peninggalan sejarah yang dilindungi (Monumen Ordonansi No.
238 tahun 1931) dan mendapat bantuan biaya pemeliharaan dari Pemerintahan
Daerah TK I Kalimantan Barat. Peninggalan sejarah lainnya yaitu sebuah Masjid
Jami' yang letaknya kurang lebih 100 meter kearah Barat Keraton dan Makam
Raja-raja serta puluhan meriam peninggalan VOC.
Kerajaan Tayan pertama kali ditempatkan di daerah Tayan,
setelah Gusti Lekar wafat dimakamkan disebuah bukit yang tidak jauh
keberadaannya dari Kota Meliau, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau.Gusti Lekar
wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Gusti Gagok yang bergelar Manca
Diningrat. Kemudian Gusti Gagok memindahkan Ibu kota Kerajaan Tayan ke suatu
tempat bernama Rayang. Hingga saat ini kawasan Rayang masih didapati
peninggalan Kerajaan Tayan berupa makam Raja-Raja beserta kerabat kerajaan di
mana dikawasan tersebut ditandai keberadaan sebuah meriam.Setelah Pangeran
Mancadiningrat (Gusti Gagok) wafat, Raja Tayan diganti oleh anak pertamanya
bernama Gusti Ramal yang bergelar Pangeran Marta Jaya Kusuma.
Sejak pemerintahan Gusti Kamaruddin yang bergelar Pangeran
Suma Yuda yang menggantikan ayahnya Gusti Ramal menjadi Raja tayan. Dalam masa
pemerinthannya itu, terjadi peperangan antara Kerajaan Tayan dengan Kerajaan
Pontianak.Kerajaan Sanggau dan orang-orang China dari wilayah Mentrado Bengkayang.Setelah
wafatnya Pangeran Suma Yuda (Panembahan Tua), diangkatlah anaknya yang bernama
Gusti Mekkah yang kemudian bergelar Panembahan Natakusuma (Panembahan
Muda).Pada masa pemerintahan Natakusuma inilah tercatat bahwa dia yang
mula-mula mengikat perjanjian dengan Nederland Indie Gouverment pada bulan
November tahun 1822.
Panembahan Natakusuma mangkat pada tahun 1825 dengan tidak
meninggalkan seorang putra. Maka yang menggantikan menjadi Raja Tayan adalah
saudaranya Panembahan Tua yaitu Utin Belondo yang bergelar Ratu Utin Belondo
(Ratu Tua) sedangkan yang menjalankan pemerintahan kerajaan adalah suaminya
Gusti Hasan Pangeran Ratu kusuma dengan gelar Panembahan Mangku Negara Surya
Kusuma.Pada tahun 1855 Panembahan Mangku Negara Surya Kusuma wafat dan
digantikan oleh anaknya yang bernama Gusti Inding yang bergelar sama dengan
ayahnya.
Dalam tahun 1858 oleh pemerintahan Belanda (Gouverment
Hindia Belanda) gelar dia diganti menjadi Panembahan Anom Pakunegara Surya
Kusuma. Pada masa itu terjadi peperangan antara kerajaan Tayan dengan Kerajaan
Landak (Ngabang).Oleh karena dia sudah sangat tua, maka roda pemerintahannya
diserahkan kepada adiknya yang bernama Gusti Karma. Dia meninggal dunia pada
tanggal 23 November 1873 (1290 H) di Batang Tarang. Gusti Karma kemudian
diangkat menjadi Raja Tayan dan diberi gelar Panembahan Adi Ningrat Kusuma
Negara dan dia memerintah hingga tahun 1880 yang kemudian digantikan anaknya
bernama Gusti Muhammad Ali disebut pula dengan nama Gusti Indung bergelar
Panembahan Pakunegara Kusuma dinobatkan menjadi Raja tayan di Rayang.Dia
beristrikan Utin fatimah dan memperoleh 12 anak.
Dalam masa pemerintahan dia, mengikat kontrak baru dengan
pemerintahan belanda yaitu Akta Van Verband en Bekrachting di Rayang, 2 April
1880, Goedgekeurd 23 April 1883 Nomor 12. Dalam masa pemerintahannya Ibu kota
tempat kedudukan Raja dipindahkan dari Istana Rayang ke Tayan (berawal di
kawasan Teluk Kemilun dan kemudian berpindah ke Desa Pedalaman hingga saat ini)
dan sekaligus membangun istana/keraton baru yang dibangun oleh rakyat Tayan
untuk Raja Tayan.Keraton ini hingga pada saat ini masih berdiri dan ditempati
oleh para ahli warisnya.Pada tanggal 26 Februari 1890 oleh Gouverment Hindia
Nederland, Kerajaan Meliau dimasukkan kedalam wilayah/daerah Kerajaan
Tayan.Panembahan Gusti Muhammad Ali memegang jabatan selama 15 tahun (1890 s/d
1905), dia wafat dan dimakamkan dikompleks Makam Raja-Raja Tayan di desa kawat.
Sejak dipindahkan pusat kerajaan dari Rayang ke tempat yang
baru, dan bertempat tinggal diistana/keraton tersebut telah sempat memerintah 4
orang Panembahan, yaitu:
1. Gusti Muhammad Ali (Panembahan Pakunegara
Kusuma) 1875 – 1905 M;
2.
Gusti Tamdjid (Panembahan Anom Pakunegara) 1905
– 1929 M;
3.
Gusti Djafar (Panembahan Anom Adi Negara) 1929 –
1943 M;
4.
Gusti Ismail (Panembahan Anom Pakunegara) 1946 –
1967.
Zaman pemerintahan Gusti Ismail tetap menjadi Raja Tayan
sampai pada masa pemerintahan Swapraja diserahkan pada tahun 1960.Tetapi dia
masih bekerja terus sebagai Wedana Tayan. Dalam kedudukan sebagai Wedana Tayan,
Gusti Ismail dipindahkan dan diperbantukan dikantor Bupati Kepala daerah
Kabupaten Sanggau. Sekarang bekas ibu kota Kerajaan Tayan menjadi Ibu kota
Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau.Raja-raja tersebut dimakamkan di
kompleks makam Raja-Raja Tayan, serta makam Utin Belondo atau Ratu Utin Belondo
di Desa Kawat.
Keraton Pakunegara Tayan adalah salah satu bentuk
peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang
sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan perkembangan kebudayaan
keraton-keraton Melayu di Kalimantan Barat. Kenyataannya, perkembangan Kawasan
Keraton Pakunegara Tayan kini baik dari segi guna lahan dan bangunannya, kurang
diperhatikan keberadaannya sebagai kawasan bersejarah dimana kondisi fisik
bangunan perlu ditangani khusus. Selain itu, terdapat kendala dalam kegiatan
pelestarian keraton, terkait dengan kendala dana dan kurangnya dukungan serta
keterlibatan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar